Kisah Keberanian Soekarno Melawan Diskriminasi di Sekolah


Lihat dan hitung, seberapa banyak aplikasi Android yang Anda instal di smartphone Anda? 

Pernahkah terbersit di benak Anda bagaimana cara membuat aplikasi-aplikasi tersebut?

Apakah Anda Saat Ini Ingin Sekali Bisa Bikin Aplikasi Android Sendiri? Seperti aplikasi game edukasi, media pembelajaran, aplikasi berbasis sensor, aplikasi multimedia, dan lain sebagainya?

Tetapi

1. Tidak Ngerti Coding
2. Tidak Tahu Computer Programming
3. Tidak Paham Bahasa Pemrograman Android
4. Dan Sama Sekali Bukan Lulusan IT?

Jangan Khawatir ...
Ternyata, bikin aplikasi Android itu SANGAT MUDAH, bahkan bagi Pemula sekalipun.

Sekarang Anda bisa bikin aplikasi Android dengan Cepat, bahkan TANPA HARUS CODING.

Tak peduli apapun latar belakang Anda, bikin aplikasi Android itu MUDAH, semudah bermain Puzzle.

Anda Hanya Perlu 4 Langkah berikut ini :

1. Drag & drop komponen-komponen yang dibutuhkan
2. Percantik tampilan aplikasi dengan mengatur layout dan desain tampilan
3. Susun blok-blok kode programnya, dan
4. Build aplikasi Anda jadi file instalasi *.APK

Lantas, Bagimana Cara Memulainya?
Mudah kok, karena sudah hadir untuk Anda Di Sini :


Video tutorial yang membahas cara membuat aplikasi Android dengan sangat MUDAH, CEPAT, & TANPA CODING menggunakan tools App Inventor 2. 

Foto: Kisah keberanian Soekarno melawan diskriminasi di sekolah   ^Nando follow : @SunanditaF   Mahkamah Konstitusi (MK) membubarkan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) dan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) karena dinilai menimbulkan diskriminasi pendidikan. RSBI/SBI merupakan sekolah mahal dengan fasilitas khusus. Hanya anak orang kaya yang bisa bersekolah di sini karena biaya sekolahnya mencapai belasan juta per tahun. Disebut juga sekolah unggulan karena berbagai fasilitasnya di atas sekolah reguler.  Diskriminasi sangat dibenci Presiden pertama Indonesia Soekarno. Termasuk diskriminasi di bidang pendidikan. Soekarno dulu mati-matian melawan diskriminasi saat bersekolah di Hoogere Burger School, Surabaya. HBS adalah pendidikan setingkat Sekolah Menengah Atas.  Di sana jelas terasa diskriminasi bagi siswa pribumi atau inlander. Hanya kalangan ningrat dengan otak yang encer bisa sekolah di HBS. Soekarno yang bukan berasal dari keluarga kaya pun ngos-ngosan.  "Memang tidak murah bagi seorang inlander untuk bisa bersekolah di HBS. Di samping harus membayar 15 rupiah setiap bulan untuk uang sekolah dan pet seragam bertuliskan HBS, kami juga harus mengeluarkan lagi 75 rupiah setiap tahun untuk uang buku. Aku ingat betul jumlah ini, karena aku menghitung setiap rupiahnya dan menjaganya jangan ada lagi yang terpakai untuk hal yang tidak perlu," kata Soekarno dalam biografi yang ditulis Cindy Adams.  Dari 300 siswa HBS Surabaya, hanya ada 20 anak pribumi. Soekarno pun tak punya banyak teman di sekolah. Dia sering berkelahi dengan anak-anak Belanda.  Diskriminasi juga terasa dalam nilai dan sistem pengajaran. Hampir tak mungkin siswa pribumi diganjar nilai 10. Hanya anak-anak Belanda yang boleh mendapatkannya.  "Kami berusaha belajar dengan keras, tetapi sekalipun kami bertekun siang dan malam, nilai yang diperoleh anak-anak Belanda tetap lebih tinggi," kata Soekarno kecewa.  Bukan Soekarno kalau tidak melawan. Setiap hari melihat tokoh pergerakan HOS Cokroaminoto membuat nasionalisme Soekarno muda selalu mendidih. Soekarno terus menyampaikan ketidaksukaannya terhadap diskriminasi dan kolonialisme.  "Belanda berkulit putih. Kita sawo matang. Rambut mereka pirang dan keriting. Kita lurus dan hitam. Mereka tinggal ribuan kilometer dari sini. Jadi mengapa kita harus bicara bahasa Belanda?" protes Soekarno.  Melihat gambaran di atas, tentu Soekarno juga tidak akan setuju adanya diskriminasi pendidikan di Indonesia. Soekarno pun tak akan sudi melihat pendidikan tak bisa dinikmati oleh rakyat miskin.
You'll Never Walk Alone - Mahkamah Konstitusi (MK) membubarkan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) dan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) karena dinilai menimbulkan diskriminasi pendidikan. RSBI/SBI merupakan sekolah mahal dengan fasilitas khusus. Hanya anak orang kaya yang bisa bersekolah di sini karena biaya sekolahnya mencapai belasan juta per tahun. Disebut juga sekolah unggulan karena berbagai fasilitasnya di atas sekolah reguler.

Diskriminasi sangat dibenci Presiden pertama Indonesia Soekarno. Termasuk diskriminasi di bidang pendidikan. Soekarno dulu mati-matian melawan diskriminasi saat bersekolah di Hoogere Burger School, Surabaya. HBS adalah pendidikan setingkat Sekolah Menengah Atas.

Di sana jelas terasa diskriminasi bagi siswa pribumi atau inlander. Hanya kalangan ningrat dengan otak yang encer bisa sekolah di HBS. Soekarno yang bukan berasal dari keluarga kaya pun ngos-ngosan.

"Memang tidak murah bagi seorang inlander untuk bisa bersekolah di HBS. Di samping harus membayar 15 rupiah setiap bulan untuk uang sekolah dan pet seragam bertuliskan HBS, kami juga harus mengeluarkan lagi 75 rupiah setiap tahun untuk uang buku. Aku ingat betul jumlah ini, karena aku menghitung setiap rupiahnya dan menjaganya jangan ada lagi yang terpakai untuk hal yang tidak perlu," kata Soekarno dalam biografi yang ditulis Cindy Adams.

Dari 300 siswa HBS Surabaya, hanya ada 20 anak pribumi. Soekarno pun tak punya banyak teman di sekolah. Dia sering berkelahi dengan anak-anak Belanda.

Diskriminasi juga terasa dalam nilai dan sistem pengajaran. Hampir tak mungkin siswa pribumi diganjar nilai 10. Hanya anak-anak Belanda yang boleh mendapatkannya.

"Kami berusaha belajar dengan keras, tetapi sekalipun kami bertekun siang dan malam, nilai yang diperoleh anak-anak Belanda tetap lebih tinggi," kata Soekarno kecewa.

Bukan Soekarno kalau tidak melawan. Setiap hari melihat tokoh pergerakan HOS Cokroaminoto membuat nasionalisme Soekarno muda selalu mendidih. Soekarno terus menyampaikan ketidaksukaannya terhadap diskriminasi dan kolonialisme.

"Belanda berkulit putih. Kita sawo matang. Rambut mereka pirang dan keriting. Kita lurus dan hitam. Mereka tinggal ribuan kilometer dari sini. Jadi mengapa kita harus bicara bahasa Belanda?" protes Soekarno.

Melihat gambaran di atas, tentu Soekarno juga tidak akan setuju adanya diskriminasi pendidikan di Indonesia. Soekarno pun tak akan sudi melihat pendidikan tak bisa dinikmati oleh rakyat miskin.


Nah, itulah keberanian Soekarno melawan diskriminasi sekolah seperti dikutip dari merdeka.com. Terima kasih sudah membaca artikel tentang "Kisah Keberanian Soekarno Melawan Diskriminasi di Sekolah". Mohon maaf bila banyak kekurangan. Semoga bermanfaat.

Pengelola Blog : ABDUL WAHAB

Judul : Kisah Keberanian Soekarno Melawan Diskriminasi di Sekolah
Ditulis oleh : Kejutan Internet pada hari
Rating Blog : 5 dari 5
Terima kasih Anda telah membaca artikel tentang Kisah Keberanian Soekarno Melawan Diskriminasi di Sekolah
Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel ini sangat bermanfaat bagi Blog dan teman-teman anda.
Namun jangan lupa harap memberikan link aktif dofollow yang mengarah ke URL ini ya
http://kejutaninternet.blogspot.com/2013/01/kisah-keberanian-soekarno-melawan.html

Dan Terima kasih sekali lagi atas kunjungan Anda.

Kritik dan saran atau apapun bisa anda sampaikan melalui kotak komentar.
Dan mohon maaf jika komentar atau pertanyaan tidak bisa cepat saya respon,
karena Saya tidak bisa selalu online selama 24 Jam.


Mau Di Buatkan Blog Siap Pakai Seperti Ini ?.

Artikel Terkait

Previous
Next Post »