Inilah yang dimaksud oleh Nabi SAW

Banyak ulama atau hadis menerangkan bahwa di surga kebanyakan penghuninya orang miskin sementara di neraka kebanyakan wanita. Sementara menurut para ulama atau hadis juga menyatakan bahwa orang yang masuk surga dan neraka setelah hisab atau hari kiamat. Kira-kira bagaimanakah penjelasan para ulama lebih lanjut mengenai hal ini berikut kutipan dari penjelasan dari Ustadz Asep Usman Ismail di kolom ramadhan detik yg dikutip berikut ini.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjbySgfrD6YrgKNxz22mKzJUvv1MsO1Sc-YUHUVD6lLUhyFhAke0KrOpiHlwaLr-eTi_NByfZDeXkHvn_em7eXiM1ipUFtIDUSoc2sulO5irttoOtyJcgUuadEvw_QvPRmFAJK9vN9jyXXI/s1600/babak-dalam-neraka.jpg
Kenapa ada yang mengatakan penghuni neraka lebih banyak wanita?
Secara sosiologis struktur masyarakat itu seperti piramid, penduduk miskin berada pada piramida paling bawah sehingga jumlahnya paling banyak. Sangat logis, jika Nabi SAW menyebutkan bahwa penduduk surga lebih banyak orang miskin dengan alasan sebagai berikut:

1.Kehidupan di akhirat itu merefleksikan keadaan di dunia, jika di dunia penduduk miskin itu mayoritas, maka di akhirat pun tetap mayoritas;

2. Di dalam Al Qur’an pengertian faqir secara harfiah berarti orang yang membutuhkan. Makna ini mengacu kepada dua pengertian, yaitu dalam konteks sosial ekonomi dan eksistensi manusia. Pengertian pertama faqir adalah orang yang sudah berkerja dan mendapatkan penghasilan, tetapi penghasilannya tidak mencukupi kebutuhannya sehingga masih membutuhkan bantuan atau tambahan.

Kedua, faqir adalah menyangkut eksistensi manusia yakni membutuhkan Allah (QS Fathir/35: 15). Penghuni surga adalah orang-orang faqir, yakni manusia yang menyadari eksistensi dirinya sebagai hamba Allah sehingga senantiasa berada dalam kesadaran, saya membuthkan Allah.

Manusia seperti inilah yang merupakan mayoritas penghuni surga. Selebihnya, penghuni surga minoritas adalah manusia yang beriman, tetapi kurang menyadari dirinya membutuhkan Allah. Mereka masuk surga karena kebaikan Allah, setelah Allah mempertimbangkan faktor imannya.
http://bataknews.files.wordpress.com/2009/07/neraka-agama-yahudi.jpg
3. Dalam hadis tersebut digambarkan bahwa penghuni neraka itu kebanyakan kaum perempuan, maksudnya bahwa kualitas kesalehan kaum wanita itu sangat tergantung kepada tiga variabel yang berikut: Pertama, kualitas pola asuh dalam keluarga. Kedua, pendidikan akhlak (karakter). Ketiga, kualitas suami yang menjadi imam dalam pembinaan keluarga.

Ketiganya harus bersinergi secara konisten dan berkesinambungan. Krisis manusia modern menghancurkan tiga sendi ini sekaligus. Pertama, kualitas keluarga berkenaan dengan ibu rumah tangga yang tidak lagi sepenuhnya mendidik, mengasuh dan mengembangkan putra putrinya di rumah, tetapi lebih berorientasi pada sektor di luar rumah.

Kedua, pendidikan sekolah (formal) dan masyarakat (pendidikan nonformal) tidak sepenuhnya mendukung pengembangkan karakter positif. Perempuan sering menjadi korban pelecehan seksual. Ketiga, para suami sering tidak berhasil menjadi teladan bagi keluarganya, bahkan menghancurkan keluarga dengan berbagai tindakan tidak terpuji.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjO7QYB6uSYB0Y0ZIcNZZc4oiFYH9niSo8FtjkfGwtiyxRDyJwPutbYHvegtblMMpBRN8osp0KHNoI2DO0gVLKSmoqaesgsLon2VOa_SrJNedPdPm3wfyIW5VAnLk0-Cpsln1ll3CA5TAGx/s1600/hell.jpg
Dengan demikian, perempuan banyak menjadi korban. Inilah yang dimaksud oleh Nabi SAW bahwa penghuni neraka banyak perempuan. Jika kita berfikir jernih, siapa yang menjadi biang kerok dari krisis ini? Tentu saja kaum laki-laki.

Jadi, laki-laki dan perempuan memikul tanggung jawab yang sama, bahkan kaum laki-laki memikul tanggung jawab lebih berat. Al Qur’an menjelaskan, “Sungguh Kami telah mempersiapkan banyak penghuni neraka dari kalangan jin dan manusia yang memiliki akal yang tidak digunakan untuk berpikir, memiliki penglihatan yang tidak digunakan untuk melihat kebenaran, dan memiliki telinga yang tidak digunakan untuk mendengarkan (petunjuk). Mereka seperti ternak, bahkan lebih idiot dibandingkan ternak”. (QS Al-A’raf/7: 179)